Senin, 09 November 2009

Karakteristik Penalaran Hukum dalam Konteks Keindonesiaan

Duncan Kennedy pernah berujar sinis, "Teachers teach nonsense when they persuade students that legal reasoning is distinct, as a method for reaching correct result, from ethical or political discourse in general. There is never a 'correct legal solution' that is other than the correct ethical or political solution to that legal problem." Orang dapat setuju atau tidak setuju dengan sinyalemen tersebut, termasuk mengakui atau menyangsikan pola penalarannya. Namun, satu hal yang pasti, heterogenitas pandangan terhadap hukum (yang berdampak langsung pada pola penalarannya itu) sudah lama muncul di tengah-tengah kita. Alhasil, belajar ilmu hukum ternyata menuntut multikecerdasan dengan tujuan dapat mengkritisi dimensi-dimensi ontologis, epistemologis, dan aksiologis keilmuannya sekaligus. Seperti kata John Austin, hukum adalah sekumpulan tanda-tanda (signs), sehingga bergantung pada kita untuk memberi makna terhadap tanda-tanda itu. Dalam rangka inilah, pendekatan konstruktivisme dan hermeneutika, misalnya, perlu diberi tempat. Jadi sekali lagi, belajar hukum tidaklah sesimpel seperti dibayangkan banyak orang kecuali akar filosofis dalam pola-pola penalarannya dapat dipetakan dan dijelaskan secara tepat. Buku yang berawal dari disertasi doktoral ini mampu memetakan enam pola penalaran yang menghuni blantika aliran-aliran pokok pemikiran hukum hingga saat ini. Penggunaan skema, ragaan, dan tabel yang didesain seinformatif mungkin, adalah salah satu alat bantu yang menjanjikan kemudahan bagi pembaca dalam menelaah konsep-konsep njelimet seputar filsafat hukum. Selain itu, penulisnya juga mencoba memberi tawaran orisinal tentang penalaran hukum yang berkonteks keindonesiaan.


ISBN: 979-3451-13-0
x+569
Bandung:
CV Utomo, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar